Selasa, 23 Juni 2015

Pengertian AHP

Pada hakekatnya AHP merupakan suatu model sistem pendukung keputusan (SPK) yang komprehensif dengan memperhitungkan hal- hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam model SPK dengan AHP pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. AHP juga memungkinkan ke struktur suatu sistem dan lingkungan kedalam komponen saling berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan mengukur dan mengatur dampak dari komponen kesalahan sistem (Saaty, 2001).
AHP

Aksioma Model AHP

Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Jadi perbedaan yang mencolok model AHP dengan model lainnya terletak pada jenis inputnya. Terdapat 4 aksioma-aksioma yang terkandung dalam model AHP, yaitu :
  1. Reciprocal Comparison artinya pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Prefesensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B lebih disukai daripada A dengan skala 1/x
  2. Homogenity artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen- elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini tidak dipenuhi maka elemen- elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru
  3. Independence artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya
  4. Expectation artinya untuk tujuan pengambil keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objectif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap
Selanjutnya Saaty (2001) menyatakan bahwa proses hirarki analitik (AHP) menyediakan kerangka yang memungkinkan untuk membuat suatu keputusan efektif atas isu kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pendukung keputusan. Pada dasarnya AHP adalah suatu metode dalam merinci suatu situasi yang kompleks, yang terstruktur kedalam suatu komponen-komponennya. Artinya dengan menggunakan pendekatan AHP kita dapat memecahkan suatu masalah dalam pengambilan keputusan.

Prinsip Kerja AHP

Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan atas tiga prinsip dasar (Saaty, 1994), yaitu:

Penyusunan Hirarki

Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang rumit dan kompleks, sehingga menjadi jelas dan rinci. Keputusan yang akan diambil ditetapkan sebagai tujuan, yang dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga mencapai suatu tahapan yang paling operasional/terukur. Hirarki tersebut memudahkan pengambil keputusan untuk memvisualisasikan permasalahan dan faktor-faktor terkendali dari permasalahan tersebut. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan.

Penentuan Prioritas

Prioritas dari elemen-elemen pada hirarki dapat dipandang sebagai bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam pengambilan keputusan. Metode AHP berdasarkan pada kemampuan dasar manusia untuk memanfaatkan informasi dan pengalamannya untuk memperkirakan pentingnya satu hal dibandingkan dengan hal lain secara relatif melalui proses membandingkan hal-hal berpasangan.
Proses inilah yang disebut dengan metode perbandingan berpasangan untuk menganalisis prioritas elemen-elemen dalam hiaraki. Prioritas ditentukan berdasarkan pandangan dan penilaian para ahli dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik dengan diskusi atau kuisioner.

Konsistensi Logika

Prinsip pokok yang menentukan kesesuaian antara definisi konseptual dengan operasional data dan proses pengambilan keputusan adalah konsistensi jawaban dari para responden. Konsistensi tersebut tercermin dari penilaian elemen dari perbandingan berpasangan.

Matriks Perbandingan Berpasangan

Konsep dasar dari AHP adalah penggunaan pairwise comparison matrix (matriks perbandingan berpasangan) untuk menghasilkan bobot relatif antar kriteria maupun alternatif. Suatu kriteria akan dibandingkan dengan kriteria lainnya dalam hal seberapa penting terhadap pencapaian tujuan di atasnya. Sebagai contoh, kriteria spesifikasi dan kriteria biaya akan dibandingkan seberapa pentingnya dalam hal memilih armada transportasi. Begitu juga untuk alternatif. Kendaraan A, B, dan C akan dibandingkan secara berpasangan (dan akan dibentuk matriks) dalam hal sub-kriteria biaya pemeliharaan misalnya.
Nilai-nilai yang disarankan untuk membuat matriks perbandingan berpasangan adalah sebagai berikut:
  • 1 : sama penting (equal)
  • 3 : lebih penting sedikit (slightly)
  • 5 : lebih penting secara kuat (strongly)
  • 7 : lebih penting secara sangat kuat (very strong)
  • 9 : lebih penting secara ekstrim (extreme)
Selain nilai-nilai di atas, nilai-nilai antaranya juga bisa digunakan, yakni 2, 4, 6, dan 8. Nilai-nilai ini menggambarkan hubungan kepentingan di antara nilai-nilai ganjil yang disebutkan di atas. Sementara jika kepentingannya terbalik, maka kita dapat menggunakan angka reprisokal dari nilai-nilai di atas. Misalnya perbandingan berpasangan antara kriteria 1 dan 3 adalah 1/5, artinya kriteria 3 lebih penting secara kuat dari pada kriteria 1.
Matriks perbandingan berpasangan tersebut harus dibuat tiap level yang memiliki hirarki atasan yang sama. Sebagai contoh pada hirarki sebelumnya, kita harus membuat matriks perbandingan berpasangan untuk sub-kriteria kapasitas angkut dan sub-kriteria ketersediaan suku cadang terhadap kriteria spesifikasi, matriks perbandingan berpasangan antara sub-kriteria biaya pembelian, biaya pemeliharaan dan biaya perton mileage terhadap kriteria biaya, dan seterusnya.
Dalam membuat matriks berpasangan, kita hanya perlu menentukan matriks segitiga atas saja karena matriks segitiga bawah hanyalah nilai reprisokal dari matriks segitiga atas. Selain itu, nilai-nilai diagonal pada matriks perbandingan berpasangan adalah satu (karena setiap item dibandingkan dengan dirinya sendiri). Dengan demikian, apabila kita ingin membuat matriks perbandingan berpasangan dengan jumlah n item, maka kita hanya perlu membuat perbandingan sejumlah n(n-1)/2.
Jika semua matriks perbandingan berpasangan sudah dikumpulkan, kita dapat menghasilkan bobot prioritas akhir dari kandidat pilihan. Langkah pertama adalah setiap matriks perbandingan berpasangan perlu dicari bobot absolut masing-masing item. Setelah itu, bobot prioritas akhir didapat dengan mengkalikan bobot absolut alternatif dengan bobot-bobot kriteria dan sub-kriteria di atasnya. Kemudian, bobot prioritas akhir ini dapat dijadikan sebagai acuan pemilihan kandidat ataupun pengurutan kepentingan kandidat pilihan.

Langkah – langkah AHP

  1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
  2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan-tujuan, kriteria dan kemungkinan alternative – alternative  pada tingkatan kriteria yang paling bawah.
  3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi  relative atau pengaruh setiap elemen terhadap masing – masing tujuan atau  kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
    judgement dari pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
  4. melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruh sebanyak n x [ (n-1)/2 ] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.
  5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
  6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
  7.  Mengikuti vector eigen disetiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensistesis judgement dalam penentuan prioritas elemen – elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.
  8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10% maka penilaian data judgement harus diperbaiki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar